Travelling semarang sudah menjadi bagian dari gaya hidup mayoritas masyarakat kita. Bepergian sekarang memang jauh lebih mudah dan murah. Kita bisa bandingkan 10-20 tahun yang lalu, bepergian dengan pesawat terbang merupakan kemewahan yang hanya bisa dinikmati segelintir orang yang masuk kategori kaya. Sekarang penerbangan tersedia ke banyak tujuan, bahkan kota-kota dan pulau-pulau terpencil sekalipun. Biayanyapun jauh lebih terjangkau. Untuk rute-rute padat seperti Jakarta – Surabaya atau Jakarta – Denpasar, bahkan harga tiket pesawat sudah tidak jauh berbeda dengan tiket bis yang waktu tempuhnya pasti berlipat-lipat.
Di sisi lain pendapatan masyarakat Indonesia juga terus meningkat. Pada akhirnya, pergeseran kedua sisi ini, pendapatan meningkat sementara biaya menurun, membuat travelling semakin terjangkau oleh semakin banyak orang.
Sebagian Besar Orang Indonesia Lebih Suka Travelling Ke Luar Negeri
Tapi ada sisi lain yang justu bagi saya sendiri terasa ironis, menyedihkan. Banyak orang Indonesia lebih suka travelling ke luar negeri. Sementara itu tempat wisata di tanah air sendiri yang mereka kunjungi sering kali hanya bolak-balik ke tempat yang itu-itu juga, mana lagi kalau bukan Bali. Tempat-tempat tujuan wisata regional seperti Singapura, Kuala Lumpur, dan Bangkok menjadi pilihan paling populer. Sementara mereka yang memiliki anggaran lebih besar memilih tujuan yang lebih jauh. Hong Kong, Beijing dan kota-kota lain di China, atau sejumlah kota di Australia menjadi pilihan populer. Bahkan banyak rute-rute yang dalam istilah penerbangan masuk ke dalam kategori “long haul” seperti negara-negara di Eropa dan Amerika juga popularitasnya semakin meningkat.
Pastinya alasan pertama soal gaya. Bedalah kesannya kalau orang berlibur ke Danau Toba dibandingkan dengan ke Singapura. Padahal kalau katakanlah berangkatnya dari Jakarta, jaraknya sih hanya beda-beda tipis, Danau Toba malah lebih jauh sebetulnya. Tapi kesannya memang lebih keren. Berlibur ke luar negeri. Apalagi Singapura merupakan kawasan yang sering dihubung-hubungkan dengan kemewahan.
Memang tidak bisa dipungkiri, hitung-hitungan uang juga sangat mempengaruhi. Rute penerbangan padat jauh lebih menguntungkan bagi airliner alias perusahaan penerbangan. Akibatnya frekuensi penerbangan tinggi dan harga jadi lebih murah. Frekuensi penerbangan ke Medan, kota besar terdekat menuju Danau Toba, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penerbangan Jakarta – Singapura yang selain disediakan oleh maskapai-maskapai lokal, banyak juga dilayani maskapai-maskapai asing. Harga tiketnya juga cenderung lebih murah. Belum lagi prosedur yang harus dilalui untuk melakukan perjalanan ke luar negeri juga semakin mudah. Mengurus paspor sekarang jauh lebih mudah dan murah. Sementara visa malah sering kali tidak diperlukan.
Media Lebih Getol Mempromosikan Daya Tarik Wisata Luar Negeri
Namanya bisnis tentunya memang gerakannya sangat dipengaruhi pasar. Kalau pasar lebih besar ke luar negeri, wajar saja kalau kemudian media-media seperti televisi lebih memilih menyiarkan acara-acara wisata yang menampilkan tempat-tempat wisata di luar negeri.
Saya sudah jarang nonton televisi. Sangat jarang bahkan. Terakhir saya lebih sering nonton televisi itu saat acara kuliner yang dipandu Bondan Winarno masih merajai acara wisata televisi. Tadinya saya penggemar berat. Bahkan saat saya bermukim di Eropa saya sempat beberapa kali berkomunikasi dengan beliau mengenai dunia kuliner di kawasan itu. Tapi penyebab saya menyukai acara yang beliau pandu justru karena acara itu menampilkan kekayaan khasanah kuliner tanah air. Begitu dia mulai muncul dengan perjalanan kuliner ke Australia, saya berhenti menontonnya.
Acara-acara wisata kemudian menjadi semakin populer dalam hal ragam. Mungkin seiring dengan semakin tingginya minat dan kemampuan masyarakat Indonesia untuk berwisata. Bahkan tokoh-tokoh yang awalnya tidak berhubungan dengan pariwisata ikut “bermain”. Sosok Tukul Arwana, komedian yang namanya melejit lewat acara talkshow yang dipandunya saja ikut membuat acara wisata. Tapi kecenderungannya sama. Dalam bahasa saya, saya sering menyebut bahwa mereka itu pengkhianat. Mereka justru memasarkan tempat-tempat tujuan wisata di luar negeri pada masyarakat Indonesia. Bukannya justru mendorong mereka untuk lebih mengenali negerinya sendiri.
Travel Blogger Indonesia Juga Setali Tiga Uang
Pertumbuhan penetrasi internet membuat blogging semakin populer, baik untuk berbagi pemikiran dan pengalaman pribadi maupun untuk tujuan-tujuan yang bersifat lebih komersial. Traveller bukan pengecualian, banyak penghobi travelling kemudian menjadi travel blogger, mereka yang membagi pengalaman wisata mereka dengan mempublikasikannya dalam bentuk tulisan pada blog yang mereka miliki.
Di luar negeri, konon fashion blogger sudah menjadi komunitas elite yang diperlakukan sama terhormatnya dengan jurnalis-jurnalis majalah fashion terkemuka. Di Indonesia juga begitu. Misalnya saja, dalam rangka promosi pariwisata, Kementrian Pariwisata sering sengaja mengundang komunitas travel blogger Indonesia untuk ikut terlibat. Mengapa? Pastinya jawabannya sederana sekali. Karena memang sekarang banyak orang lebih suka membaca blog daripada majalah, lebih mempercaya blogger daripada jurnalis.
Sayangnya, di mata saya, travel blogger Indonesia sama “penghianat”-nya dengan media-media mainstream. Mereka juga lebih suka dan bangga menulis perjalanan ke luar negeri. Coba saja lihat mereka yang masuk ke dalam jajaran travel blogger Indonesia yang cukup punya nama sehingga masuk ke dalam daftar “17 Travel Blogger Seru Indonesia” yang diterbitkan media Kompas, bisa dibaca disini. Coba kunjungi blog mereka satu per satu. Semua lebih didominasi perjalanan ke tempat-tempat wisata di luar negeri.
Travel Blog Indonesia Itu Harusnya Isinya Tentang Indonesia Bukan Sekedar Ditulis Oleh Blogger Indonesia
Itulah yang membuat saya jengah. Media mainstream mungkin melakukannya dengan tujuan komersial. Yang penting rame. Kalau orang sukanya ke luar negeri, ya dia berikan informasi mengenai tempat-tempat wisata di luar negeri. Tapi ternyata travel blogger Indonesia juga tidak memiliki idealisme. Mereka sama saja dengan media mainstream. Entah karena gaya, lebih merasa keren kalau menulis perjalanan ke luar negeri, atau mereka juga memiliki tujuan komersial. Tidak bisa dipungkiri, sekarang blogger juga bisa membuat blog yang mereka miliki menjadi mesin uang, tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan media-media komersial.
Tapi bukankah mereka bisa sedikit memiliki idealisme. Bagaimanapun, salah satu alasan orang Indonesia lebih memilih berwisata ke luar negeri adalah karena minimnya informasi. Semakin mereka teredukasi dengan hebatnya daya tarik pariwisata tanah air, ketertarikan mereka untuk berwisata di dalam negeri semakin tinggi. Karena itu, bukannya baik media maupun blogger sudah sepantasnya justru intensif menampilkan tulisan-tulisan mengenai tempat wisata menarik di tanah air sendiri alih-alih jor-joran menjual gaya mempromosikan pariwisata negeri tentangga?
Jadi itulah yang saya coba lakukan disini. Saya orang Indonesia.
Saya blogger Indonesia dan hanya menulis tentang pariwisata Indonesia. Inilah travel blog Indonesia yang sesungguhnya. Ditulis oleh blogger Indonesia, isinya mengenai pariwisata Indonesia.